Siti Fatimah, ya beliau
adalah sosok ibu yang telah melahirkan dan membesarkan saya. Umi biasa saya
memanggilnya. Umi selalu membesarkan anak anak nya dengan caranya sendiri ya
walaupun cara nya itu terkadang membuat saya kesal hehe saya mempunyai 2
saudara satu kakak laki laki dan satu adik perempuan. Teringat sejak dulu umi
tidak pernah memanjakan anak anak nya, jika kami sudah berada dikelas 6 sd umi
tidak akan mencuci baju kami lagi melainkan kamilah yang harus mencuci baju
kami sendiri. Dan banyak hal lainnya yang harus kami kerjakan sendiri. Namun seiringnya
waktu ketika kakak saya mulai bekerja dan ia pulang satu minggu sekali maka
tugas mencuci itu kembali ke tangan umi begitupun ketika saya mulai kuliah
diluar daerah dan pulang satu minggu sekali terkadang umi saya yang mencuci
baju saya tanpa diminta, saya yakin beliau hanya ingin anak anak nya yang hanya
pulang satu minggu sekali itu pulang hanya untuk istirahat.
Walaupun beliau sudah menua
dan setiap melakukan pekerjaan berat pasti selalu ada anggota badannya yang
sakit, umi tetap melakukan itu semua untuk kami. Bayarannya kami akan memijat
anggota tubuh nya yang sakit itu. Kami sekeluarga sangat sering bercanda ria
bersama, tertawa, saling memukul dan saling menjahili. Dibulan Ramadhan ini
mengingat kan saya tentang baju baru. Dulu, sewaktu saya masih di smp keluarga
saya mengalami kesulitan keuangan pada saat menjelang lebaran, saat itu kami
tidak punya uang bahkan untuk membuat kue lebaran saja tidak ada. Satu malam
sebelum lebaran ternyata bapak memberikan uang ke umi untuk membeli baju anak
anak nya, tentu saja saya dan adik saya sangat senang namun, saya heran kenapa
umi tidak cepat cepat mengajak kami ke pasar ciawi tempat biasanya kami membeli
baju? Dan ternyata kami tau alasannya. Umi
bilang, “nanti malem aja ya beli baju nya dipasar ciawi pas takbiran biasanya
jam jam segitu baju baju sedikit jadi lebih murah”, sedih jika teringat momen
momen itu, hanya untuk mendapatkan baju lebaran yang murah kami harus belanja
pada malam takbir jam 10 malam. Dan umi hanya membeli baju untuk saya dan adik
saya saja, beliau bilang beli baju nya satu aja cukup soalnya beliau ga punya
uang lagi. Dan ketika kami sama sekali tidak mempunyai kue, umi berinisiatif
membantu uwa kami untuk membuat kue sehingga kami sedikit mendapat kue untuk
lebaran.
Lebaran pun tiba kami
mengenakan baju baru, sementara umi, bapak dan kakak saya hanya mengenakan
pakaian lama mereka. Dulu umi sering sekali tidak membeli baju saat lebaran
ataupun tidak maka dari itu beliau sering kesulitan memilih baju jika akan
pergi ke suatu tempat. Akhirnya umi biasa mengenakan kaos jika akan pergi ke
suatu tempat termasuk sekolah saya. Saya selalu berpikir saat saat jika umi
saya pergi keseolah untuk mengambil rapor dan hanya mengenakan kaos biasa yang
lusuh sementara ibu ibu yang lain mengenakan pakaian yang formal dan terlihat
mahal serta mengenakan perhiasan, bagaimana perasaannya? Apakah beliau merasa
minder atau bagaimana? Sampai sekarang saya tidak pernah tau jawabannya namun
satu hal yang pasti adalah umi selalu mendahulukan kepentingan anak anak nya
dan selalu memikirkan anak anaknya dibanding dirinya sendiri. Sejak saat itu entah
kenapa saya kurang suka untuk membeli baju dan sejenisnya, walaupun sekarang
keadaan umi telah berubah dikarenakan kondisi keuangan kami yang cukup
meningkat dibanding sebelumnya. Mungkin karena factor umi, sosok ibu yang
sangat hebat dan seorang istri yang sangat sabar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar