Liverpool Fc

Senin, 22 April 2013

Hukum Perjanjian


  •          Definisi Perjanjian

1. Menurut Kitab Undang Undang Hukum Perdata
Perjanjian menurut Pasal 1313 Kitab Undang Undang Hukum Perdata berbunyi : “Suatu Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.
2. Menurut Rutten
Perjanjian adalah perbuatan hokum yang terjadi sesuai dengan formalitas-formalitas dari peraturan hokum yang ada, tergantung dari persesuaian pernyataan kehendak dua atau lebih orang-orang yang ditujukan untuk timbulnya akibat hukum demi kepentingan salah satu pihak atas beban pihak lain atau demi kepentingan dan atas beban masing-masing pihak secara timbal balik.
3. Menurut adat
Perjanjian menurut adat disini adalah perjanjian dimana pemilik rumah memberikan ijin kepada orang lain untuk mempergunakan rumahnya sebagai tempat kediaman dengan pembayaran sewa dibelakang (atau juga dapat terjadi pembayaran dimuka).
4. Menurut para ahli hukum, ketentuan pasal 1313 KUH Perdata memiliki beberapa kelemahan, antara lain: (1) tidak jelas, karena setiap perbuatan dapat disebut perjanjian, (2) tidak tampak asas konsensualisme, dan (3) bersifat dualisme. Sehingga menurut teori baru setiap pejanjian haruslah berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.
5. Menurut Abdulkadir Muhammad, perjanjian adalah suatu persetujuan di mana dua orang atau lebih saling mengikat diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan. Sedangkan menurut Setiawan, perjanjian adalah suatu perbuatan hukum, di mana satu orang atau lebih mengingatkan dirinya atau saling mengingatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.
6. Perjanjian menurut Communis Opinio Doctorum (pendapat para ahli) adalah suatu perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan suatu akibat hukum, Menurut Prof. Subekti, suatu perjanjian adalah suatu peristiwa ketika seseorang berjanji kepada orang lain atau antara dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu sesuatu hal.
  •          Pengertian Hukum perjanjian

            Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih, dengan kata lain perjanjian merupakan perbuatan hukum untuk mendapatkan seperangkat hak dan kewajiban dengan pihak lain beserta segala konsekuensinya.
  • Unsur Perjanjian
Adapun unsur-unsur dari perjanjian adalah,
1.         Ada pihak-pihak (subyek), sedikitnya dua pihak
Pihak subyek dalam perjanjian adalah para pihak yang terikat dengan diadakannya suatu perjanjian. Subyek perjanjian dapat berupa orang atau badan hukum. Syarat menjadi subyek adalah harus mampu atau berwenang melakukan perbuatan hukum.
2.         Ada persetujuan antara pihak-pihak yang bersifat tetap.
Unsur yang penting dalam perjanjian adalah adanya persetujuan (kesepakatan) antara pihak. Sifat persetujuan dalam suatu perjanjian di sini haruslah tetap, bukan sekedar berunding. Persetujuan itu di tunjukan dengan penerimaan tanpa syarat atas suatu tawaran,
3.         Ada tujuan yang akan dicapai.
Tujuan mengadakan perjanjian terutama untuk memenuhi kebutuhan para pihak itu, kebutuhan dimana hanya dapat dipenuhi jika mengadakan perjanjian dengan pihak lain. Tujuan itu sifatnya tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan tidak dilarang oleh Undang-Undang.
4.         Ada prestasi yang akan dilaksanakan.
Prestasi merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh para pihak sesuai dengan syarat-syarat perjanjian.
5.         Ada bentuk tertentu, lisan atau tulisan.
Bentuk perjanjian perlu ditentukan, karena ada ketentuan Undang-Undang bahwa hanya dengan bentuk tertentu suatu perjanjian mempunyai kekuatan mengikat dan kekuatan terbukti. Bentuk tertentu biasanya berupa akta.
6.         Ada syarat-syarat tertentu sebagai isi perjanjian.
Syarat-syarat tersebut biasanya terdiri dari syarat pokok yang akan menimbulkan hak dan kewajiban pokok.
  •          Standar Kontrak

            Standar kontrak merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan telah dituangkan dalam bentuk formulir. Kontrak ini telah ditentukan secara sepihak oleh salah satu pihak, terutama pihak ekonomi kuat terhadap pihak ekonomi lemah. Biasa juga disebut sebagai perjanjian baku. Standar Kontrak memiliki ciri-ciri sbb:
ü  Isinya ditetapkan secara sepihak oleh pihak yang berposisi (ekonomi) kuat
ü  Masyarakat (debitur) sama sekali tidak ikut bersama-sama menetukan isi perjanjian
ü  Terbentur oleh kebutuhannya, debitur terpaksa menerima perjanjian itu
ü  Bentuk tertentu (tertulis)
ü  Dipersiapkan secara massal dan kolektif

  •          Syarat sahnya perjanjian

Menurut Pasal 1320 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, sahnya perjanjian harus memenuhi empat syarat yaitu :
1. Sepakat untuk mengikatkan diri
2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian.
3. Suatu hal tertentu
4. Sebab yang halal
            Dua syarat yang pertama yaitu kesepakatan dan kecakapan yang disebut syarat- syarat subyektif. Sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat objektif, karena mengenai perjanjian itu sendiri atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan.
            Dalam pasal 1330 Kitab Undang-undang Hukum Perdata disebutkan sebagai orang-orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian:
1.   Orang-orang yang belum dewasa
2. Mereka yang ditaruh di bawah pengampunan
3. Orang-orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh Undang-undang dan pada umumnya semua orang kepada siapa Undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.

  • Asas-Asas Perjanjian
            Di dalam hukum perjanjian dikenal tiga asas, yaitu asas konsensualisme, asas pacta sunt servada, dan asas kebebasan berkontrak.
1)         Asas konsensualisme
            Asas konsensualisme artinya bahwa suatu perikatan itu terjadi sejak saat tercapainya kata sepakat antara para pihak. Berdasarkan pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata dinyatakan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah kesepakatan kedua belah pihak.
2)         Asas pacta sunt servada
            Asas ini disebut sebagai asas kepastian hukum karena perjanjian yang dibuat sah mengikat sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. Asas ini dapat disimpulkan dari kata “berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuat” dalam pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata
3)         Asas kebebasan berkontrak
            Menurut salim H.S, bahwa asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:
(1)        Membuat atau tidak membuat perjanjian.
(2)        Mengadakan perjanjian dengan siapapun.
(3)        Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan dan persyaratan.
(4)        Menentukan bentuk perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.
            Menurut Much. Nurachmad, S.T. Asas perjanjian ada empat, yaitu ditambah dengan Asas i’tikad baik. Asas ini diatur dalam pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata yang berbunyi “perjanjian harus dilaksanakan dengan i’tikad baik”. Asas ini ada dua yaitu subyektif dan objektif. Subjektif adalah kejujuran pada diri seseorang atau niat baik yang bersih dari para pihak, sedangkan objektif adalah pelaksanaan perjanjian itu harus mematuhi peraturan yang berlaku serta norma-norma kepatutan dan kesusilaan.
  • Jenis Perjanjian
            Perjanjian dapat dibedakan menurut berbagai cara. Dalam ilmu pengetahuan Hukum Perdata perjanjian memiliki 14 jenis, diantaranya adalah:
1)         Perjanjian Timbal Balik
Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak.
2)         Perjanjian Cuma-Cuma
Menurut ketentuan Pasal 1314 KUHPerdata, suatu persetujuan yang dibuat dengan cuma-cuma adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada, pihak yang lain, tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri.
3)         Perjanjian Atas Beban
Perjanjian atas beban adalah perjanjian dimana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lain, dan antara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum.
4)         Perjanjian Bernama (Benoemd)
Perjanjian bernama adalah perjanjian yang sudah mempunyai nama sendiri, maksudnya adalah bahwa perjanjian-perjanjian tersebut diatur dan diberi nama oleh pembentuk undang-undang, berdasarkan tipe yang paling banyak terjadi sehari-hari. Perjanjian khusus terdapat dalam Bab V sampai dengan Bab XVIII KUHPerdata.
5)         Perjanjian tidak bernama (Onboemde Overeenkomst)
Perjanjian tidak bernama adalah perjanjian-perjanjian yang tidak diatur di dalam KUHPerdata, tetapi terdapat di dalam masyarakat. Jumlah perjanjian ini tidak terbatas dengan nama yang disesuaikan dengan kebutuhan pihak- pihak yang mengadakannya.
6)         Perjanjian Kebendaan
Perjanjian kebendaan adalah perjanjian dengan mana seorang menyerahkan haknya atas sesuatu benda kepada pihak lain, yang membebankan kewajiban (oblilige) pihak itu untuk menyerahkan benda tersebut kepada pihak lain (levering, transfer).
7)         Perjanjian Obligator
Perjanjian obligator adalah perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban diantara para pihak.
8)         Perjanjian Konsensual
Perjanjian konsensual adalah perjanjian dimana antara kedua belah pihak telah tercapai persesuaian kehendak untuk mengadakan perjanjian. Menurut KUHPerdata perjanjian ini sudah mempunyai kekuatan mengikat (Pasal 1338).
9)         Perjanjiaan Riil
Yaitu suatu perjanjian yang terjadinya itu sekaligus dengan realisasi tujuan perjanjian, yaitu pemindahan hak.
10)       Perjanjian Liberatoir
Perjanjian dimana para pihak membebaskan diri dari kewajiban yang ada(Pasal 1438 KUHPerdata).
11)       Perjanjian Pembuktian (Bewijsovereenkomts)
Suatu perjanjian dimana para pihak menentukan pembuktian apakah yangberlaku di antara mereka.
12)       Perjanjian Untung-untungan
Menurut Pasal 1774 KUHPerdata, yang dimaksud dengan perjanjian untung-untungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak, maupun bagi sementara pihak, bergantung pada suatu kejadian yang belum tentu.
13)       Perjanjian Publik
Perjanjian publik yaitu suatu perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai oleh hukum publik, karena salah satu pihak yang bertindak adalah pemerintah, dan pihak lainnya swasta. Diantara keduanya terdapat hubungan atasan dengan bawahan (subordinated), jadi tidak dalam kedudukan yang sama(co-ordinated).
14)       Perjanjian Campuran
Perjanjian campuran adalah suatu perjanjian yang mengandung berbagai unsure perjanjian di dalamnya.

  •          Pelaksanaan Perjanjian

Itikad baik dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata merupakan ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian, artinya pelaksanaan perjanjian harus mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Salah satunya untuk memperoleh hak milik ialah jual beli.
Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya.
Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Perjanjian yang telah dibuat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh diatur atau dibatalkan secara sepihak saja.

  •          Pembatalan Perjanjian

            Suatu perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang membuat perjanjian ataupun batal demi hokum. Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu pihak biasanya terjadi karena;
1. Adanya suatu pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu yang ditentukan atau tidak dapat diperbaiki.
2. Pihak pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan atau secara financial tidak dapat memenuhi kewajibannya.
3. Terkait resolusi atau perintah pengadilan
4. Terlibat Hukum
5. Tidak lagi memiliki lisensi, kecakapan, atau wewenang dalam melaksanakan perjanjian
  • .Isi dan Hapusnya Perjanjian
            Isi perjanjian pada dasarnya adalah ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak. Menurut pasal 1347 KUH Perdata, elemen-elemen dari suatu perjanjian meliputi, (1) isi perjanjian itu sendiri, (2) kepatutan, (3) kebiasaan, (4) Undang-Undang.
            Sedangkan hapusnya perjanjian berbeda dengan hapusnya perikatan, karena suatu perikatan dapat hapus, sedangkan persetujuannya yang merupakan sumbernya masih tetap ada. Suatu perjanjian akan berahir (hapus) apabila :
1)         Karena pembayaran.
2)         Penawaran pembayaran tunai diikuti oleh penyimpanan barang yang hendak dibayarkan itu di suatu tempat.
3)         Pembaharuan hutang.
4)         Kompensasi atau perhitungan hutang timbal balik.
5)         Percampuran hutang.
6)         Pembebasan Hutang.
7)         Hapusnya barang yang dimaksudkan dalam perjanjian.
8)         Pembatalan Perjanjian.
9)         Akibat berlakunya suatu syarat pembatalan.
10)       Lewat Waktu.
Sumber:


Tidak ada komentar:

Posting Komentar