Liverpool Fc

Kamis, 16 Oktober 2014

ETIKA PEMERINTAHAN


ETIKA PEMERINTAHAN
            Setelah membahas etika sebagai tinjauan dan perilaku etika dalam bisnis kali ini kita akan membahas mengenai etika politik dan etika pemerintahan. Etika Politik Secara subtantif pengertian etika politik tidak dapat dipisahkan dengan subyek sebagai pelaku etika yaitu manusia. Oleh karena itu etika politik  berkait erat dengan bidang pembahasan moral. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa  pengertian moral senantiasa menunjuk kepada manusia sebagai subyek etika. Maka kewajiban moral dibedakan dengan pengertian kewajiban-kewajiban lainya, karena yang dimaksud adalah kewajiban manusia sebagai manusia. Walaupun dalam hubunganya dengan masyarakat bangsa maupun negara, Etika politik tetap meletakkan dasar fundamental manusia sebagai manusia. Dasar ini lebih meneguhkan akar etika politik bahwa kebaikan senantiasa didasarkan kepada hakikat manusia sebagai makhluk yang beradab dan berbudaya. Sementara itu etika pemerintahan merupakan bagian dari praktek yurisprudensi atau filosofi hokum yang mnegatur operasi dari pemerintah dan hubungannya dengan orang orang dalam pemerintahan. Prinsip prinsip etika harus disesuaikan dengan keadaan, waktu, dan tempat. Prinsisp prinsip etika yang bersifat authority, yang bersifat perintah menjadi suatu peraturan sehingga kadang kadang merupakan atribut yang tidak bisa dipisahkan. Berikut terdapat Pendekatan filsafat terhadap etika pemerintahan Negara ;
1.   Filsafat Idealisme Sokrates( 470-399 sM )  bahwa kebenaran dan kebaikan nilai obyektif yang harus dijunjung tinggi oleh semua orang.
2.   Filsafat  Idealisme dari Plato (namanya aslinya Aristokles, 427-347sM ). Kebenaran sejati apa yang tergam-bar dalam ide. “ Pemerintahan Negara Ideal adalah komunitas etical untuk mencapai kebajikan dan kebaikan”.
3.   Filsuf Idealisme Thomas Hobbes ( 1588-1679 ) bahwa terkenal dengan Teori Perjanjian Sosial dalam pemerintahan, Kedaulatan kekuasaan absulut dan abadi, kekuasaan itu tertinggi dibatasi dengan UU. 
4.   Filsuf  Idealisme John Locke ( 1632-1707 ) dengan Teori Perjanjian  bahwa kebahagiaan dan kesusilaan dihubungkan dengan peraturan yaitu : perintah Tuhan, UU Negara dan hukum pendapat umum  dengan prinsip liberty, eguality dan personality.
5.   Filsuf Reusseauu dengan teori “ Contract Social “ . Manusia mempunyai kekuasaan dan hak secara kodrat, kekuasaan negara berasal dari negara dan negara berasal dari rakyat. Intinya pemerintah yang berkuasa tidak monarkhi absolut.
6.    Filsuf Hegel dengan metode dialektika tentang pemerintahan negara bahwa : negara penjelmaan dari ide, rakyat ada demi negara agar ide kesusilaan, negara mempunyai hukum tertinggi terhadap negara  bagi kebahagiaan rakyat

            Etika pemerintahan disebut selalu berkaitan dengan nilai-nilai keutamaan yang berhubungan dengan hak-hak dasar warga negara selaku manusia sosial (mahluk sosial). Nilai-nilai keutamaan yang dikembangkan dalam etika pemerintahan adalah :

1.      Penghormatan terhadap hidup manusia dan HAM lainnya.
2.      kejujuran baik terhadap diri sendiri maupun terhadap manusia lainnya(honesty).
3.     Keadilan dan kepantasan merupakan sikap yang terutama harus diperlakukan terhadap orang lain
4.      kekuatan moralitas, ketabahan serta berani karena benar terhadap godaan(fortitude).
5.      Kesederhanaan dan pengendalian diri (temperance).
6.      Nilai-nilai agama dan sosial budaya termasuk nilai agama agar manusia harus bertindak secara profesionalisme dan bekerja keras.
                 
                  Karena pemerintahan itu sendiri menyangkut cara pencapaian negara dari prespekti dimensi politis, maka dalam perkembangannya etika pemerintahan tersebut berkaitan dengan etika politik. Etika politik subyeknya adalah negara, sedangkan etika pemerintahan subyeknya adalah elit pejabat publik dan staf pegawainya.

PATOLOGI ETIKA PEMERINTAHAN PEMERINTAHAN

      Patologi berupa hambatan atau penyakit dalam pemerintahan pemerintahan sifatnya politis, ekonomis, sosio-kultural, dan teknologikal.
Patologi pemerintahan dalam  etika pemerintahan berupa :
    1) Patologi akibat persepsi, perilaku dan gaya manajerial berupa : penyalah-
            gunaan wewenang, statusquo, menerima sogok, takut perubahan dan inovasi,
            sombong menghindari keritik, nopoteisme, arogan, tidak adil, paranoia,  otoriter,
           patronase, xenopobia dsb;
       2)  Patologi akibat pengetahuan dan keterampilan berupa : puas diri, tidakteliti,
            bertindak  tanpa berpikir, counter produktif, tidak mau berkembang/belajar, pasif,
            kurang prakarsa/inisiatif, tidak produktif, stagnasi dsb.
       3)  Patologi karena tindakan melanggar hukum berupa : markup, menerima
            suap, tidak jujur, korupsi, penipuan, kriminal, sabotase, dsb.
       4)  Patologi akibat keprilakukan berupa : kesewenangan, pemaksaan, konspirasi,
            diskriminasi, tidak sopan, kerja legalistik, dramatisiasi, indisipliner, inersia, tidak
            berkeprimanusiaan, negatifisme, kepentingan  sendiri, non profesional, vested
            interest, pemborosan  dsb.
       5)  Patologi akibat sitasi internal berupa : tujuan dan sasaran tidak efektif dan
            efisien, kewajiban sebagai beban, eksploitasi, eksstrosi/pemerasan, pengangguran
             terselubung, kondisi kerja yang tidak nyaman, tidak adan kinerja, miskomunikasi
             dan informasi, spoil sisten, oper personil dsb.             

                  Jadi dapat disimpulkan bahwa etika pemerintahan merupakan bagian dari praktek yurisprudensi atau filosofi hokum yang mnegatur operasi dari pemerintah dan hubungannya dengan orang orang dalam pemerintahan. Etika pemerintahan disebut selalu berkaitan dengan nilai-nilai keutamaan yang berhubungan dengan hak-hak dasar warga negara selaku manusia sosial (mahluk sosial). Dalam perkembangannya etika pemerintahan tersebut berkaitan dengan etika politik. Etika politik subyeknya adalah negara, sedangkan etika pemerintahan subyeknya adalah elit pejabat publik dan staf pegawainya.



Sumber :




Tidak ada komentar:

Posting Komentar